Rasanya kurang familiar
ketika pertama kali mendengar nama Pulau Sangiang, Padahal lokasinya tak begitu
jauh dari Jakarta dan sangat cocok untuk menghabiskan liburan akhir pekan. Pulau
kecil ini terletak di Selat Sunda antara Pulau Jawa dan Sumatera. Ada yang
sudah pernah kesini?
Perjalanan saya kali ini ditemani oleh trip planner Tanggal Merah Indonesia. Pagi-pagi buta kami pergi menuju Plaza Semanggi, untuk
berangkat menuju Dermaga Paku, Banten. Waktu yang ditempuh kurang lebih satu
jam. Sepanjang perjalanan kami ditemani suara ombak dan angin sepoi-sepoi. Jadi
ngantuk beneran guys!
Sangat disayangkan, saya melihat
banyak sekali sampah laut, dari sampah yang gak
jelas bentuknya sampai sampah besar seperti stereofom. Kebayang gak gimana habitat ikan-ikan dan terumbu
karang? Saya saja kalau ada polusi dan bau-bau menyengat langsung pusing,
gimana kalau habitat mereka yang malah jadi tercemar? *just thinking*
|
Sejenak meninggalkan kota Jakarta. Candid by Will |
|
Welcome to Pulau Sangiang! Bersama guide yang kece Kak Dani dan Nadya |
Sebelum menginjakkan kaki di Pulau Sangiang, kami snorkeling di area Lagoon Waru dan
Lagoon Bajo. Area snorkeling tidak
begitu dalam dengan tingkat kejernihan cukup baik. Sebenarnya saya takut
kedalaman walaupun saya bisa berenang. Tapi beda kalau di lautan dan ini
pertama kalinya saya snorkeling tanpa
life vest *norak*. Ternyata saya
merasa ketagihan dan tertantang belajar lebih untuk bermain di laut Indonesia
lainnya.
|
Ini satu-satunya foto kami yang paling mending. |
Setelah puas bermain di laut, kami kembali keatas kapal dan
melanjutkan perjalanan. Tidak jauh dari spot snorkeling tadi, ada yang paling menarik perhatian saya. Kapal kami
menyusuri jalur hutan bakau yang indah menuju dermaga Pulau Sangiang. Sesampainya
disana, kami harus berjalan kaki menuju tempat penginapan kami. Fyi, tas kami dibawakan oleh porter, namun porter membawanya dengan gerobak motor.
|
Jalur hutan bakau menuju Pulau Sangiang. |
Penginapan di Pulau Sangiang berupa saung-saung seperti rumah
panggung dan letak saung kami paling dekat dengan pantai. Asyik kan? Tapi kamu
juga bisa mendirikan tenda sebagai alternatif penginapan. Nah, kalau mau mandi,
kita harus menimba sumur dulu. Sekali-kali cobain deh mandi pakai air sumur,
sensasinya beda!
|
Perjalanan menuju saung penginapan dikelilingi oleh banyak sekali pohon kelapa yang tinggi gagah. |
Perut saya sudah gak
sabar untuk menyantap makan siang. Rasanya lapar sekali setelah perjalanan ke
Pulau Sangiang dan snorkeling.
Makanan-makanan yang disajikan dibuat oleh penduduk setempat dan enak lho! Disini
juga ada warung kecil yang menjual air, kopi, gorengan, indomie, dan kelapa!
|
Makanan enak kalo dimakan rebutan lebih enak. Setuju? (Photo by Anes) |
Pulau Sangiang menjadi alternatif wisata yang cukup tepat bagi
saya dan Will. Saya lebih suka hiking,
tapi Will lebih suka pantai dan snorkeling.
Walaupun saya gak nolak keduanya,
Pulau Sangiang bisa memberikan rasa yang berbeda dengan potensi wisata alam dan
bahari yang eksotis dalam satu waktu.
Sambil menunggu waktu trekking,
saya dan Will berjalan menyusuri Pantai Pasir Panjang, pantai yang dekat dengan
saung kami. Ritual saya kalau ke pantai
pasti cari kerang-kerang di tepi pantai. Apalagi disini gak ada tempat oleh-oleh. Jadi, saya memang suka mengumpulkan kerang-kerang
dari beberapa pantai yang telah saya kunjungi dan memasukkannya kedalam botol/jar. Selain itu, disini juga terdapat
penangkaran bayi-bayi penyu yang akan dilepas setelah dewasa nanti.
|
Penangkaran penyu. |
|
Koleksi baru nambah lagi. |
Setelah makan siang dan free
time, kami trekking menuju spot
pertama yaitu Goa Kelelawar. Jalur trekking
cukup panjang berada di tengah hutan. Tak terasa, kami tiba di Goa Kelelawar
namun kami tidak bisa memasukinya karena Goa Kelelawar dialiri air dari laut
lepas dan deburan ombak yang cukup kencang (sangat) membahayakan. Goa ini
dinamakan Goa Kelelawar karena banyaknya kelelawar didalam goa. Ada juga yang
menyebutnya Goa Hiu karena katanya deburan ombak itu membawa hiu kecil dan hiu
menunggu kelelawar jatuh untuk dimakan.
|
Menyusuri hutan rindang menuju Goa Kelelawar. |
|
Goa tersembunyi di tengah hutan Sangiang, Goa Kelelawar. |
Kami melanjutkan perjalanan ke Puncak Begal yang tak begitu
jauh dari Goa Kelelawar. Saya tidak tahu persis kenapa tempat tersebut
dinamakan Puncak Begal. Tapi saya disuguhkan pemandangan yang sangat luar
biasa! Ini adalah spot favorit saya selama di Sangiang. Bagaimana tidak, dari
sini kita bisa melihat indahnya Selat Sunda dan menunggu matahari terbenam.
|
My Favourite Spot Here!
|
Puncak Begal yang cantik. |
|
|
Such a romantic sunset for me. |
Pulau Sangiang menggunakan genset sebagai tenaga listriknya.
Disini, listrik cuma ada dari jam 6 pagi sampai 6 sore. Saya sudah siap membawa
senter karena saya yakin malam hari pasti gelap. dan ternyata saya lupa untuk
membawa baterainya! Akhirnya saya tetap menggunakan flashlight handphone sebagai penerangan untuk berjalan-jalan atau
ke toilet. Malam hari juga sangat susah sinyal. Jadi, kami lebih menikmati
udara malam sambil bermain dan bercengkrama bersama teman-teman.
Keesokan harinya kami pergi ke Puncak Arjuna untuk
melihat sunrise disana. Walaupun agak
kesiangan, saya tetap tidak boleh melewatkan sunrise di Puncak Arjuna.
|
See that amazing clouds! |
|
Pemandangan Pantai Pasir Panjang. |
Dalam perjalanan pulang menuju dermaga, saya melihat ada taman
baca kecil. Kalau kamu mau nyumbang buku kesini boleh banget lho! Perjalanan
kembali ke Dermaga Paku ditemani oleh langit cerah dan cuaca yang baik. Terima
kasih Tanggal Merah Indonesia yang
sudah menemani trip saya kali ini. I’m
ready for the next trip next weekend!
|
Taman Baca Pulau Sangiang. |
0 komentar: