|
Udah cocok buat poster film 5 cm (part 2) gak nih? |
Perjalanan kereta malam dari Stasiun Senen menuju Stasiun Solo Balapan tak terasa lamanya, mungkin karena aku terlalu bersemangat menyimpan energi untuk pendakian esok hari. Matahari membangunkanku dari jendela kereta dan pemandangan Gunung Merapi dan Merbabu seakan menyapaku di pagi hari itu.
Mobil pick-up yang kami pesan sebelumnya, sudah siap mengantarkan kami ke basecamp Selo. Ada banyak sekali basecamp di Gunung Merbabu Selo dan kami singgah di basecamp pak Parman sebelum pendakian dimulai.
|
Basecamp Pak Parman di Selo.
|
Gunung Merbabu memiliki 5 jalur resmi pendakian yaitu jalur; Selo, Wekas, Thekelan, Chuntel, dan Suwanting. Kami memilih jalur pendakian Selo yang terkenal dengan panoramanya yang indah sekali, walaupun waktu pendakian lebih lama. Pendaftaran pendakian gunung Merbabu dilakukan secara online di www. tngunungmerbabu.org dengan minimal 3 orang pendaki. Tim kami berjumlah 5 orang, 2 diantaranya sudah pernah ke Gunung Merbabu sebelumnya.
Baca Juga: Mendaki Atap Pulau Jawa, Gunung Semeru
Selama beberapa kali aku naik gunung, aku rasa pendakian Gunung Merbabu ini melakukan briefing yang paling lengkap. Setiap kelompok yang hendak memulai pendakian di-interview satu per satu. Mereka menanyakan perihal kesehatan dan pengalaman mendaki gunung, serta mencatat apa yang kami bawa seperti; makanan dan berapa banyak air yang kami bawa karena jalur Selo tidak memiliki sumber air. Termasuk juga mencatat kelengkapan barang bawaan wajib kami, seperti sleeping bag, matras, jaket, dan lain-lain. Jika tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), kami wajib menyewa peralatan di tempat penyewaan perlengkapan mendaki dekat pos pendakian.
“Gelang apa itu Greg? Tumben pakai gelang warna orange”, tanyaku pada Grego, ketua kelompok kami.
Ternyata gelang itu diberikan kepada ketua kelompok pada saat briefing awal dengan petugas, namanya RFID. Gelang ini bertuliskan Taman Nasional Gunung Mebabu yang sudah ditanamkan chip Radio Frekuensi Identification (RFID). Setiap kelompok akan terdeteksi jika sudah melewati tower emergency report yang berada di Sabana 1. Jika terjadi keadaan darurat, pendaki dapat menuju tower untuk menghubungi petugas melalui aplikasi yang sudah diunduh pada smartphone.
Hidup Tanpa Tisu Basah di Gunung Merbabu
Kami bersiap naik gunung Merbabu. Pemeriksaan barang bawaan dilakukan secara ketat dan tegas. Seperti biasa, aku membawa tisu basah saat hendak ke gunung. Alasan sederhananya untuk membersihkan muka, tangan, dan lain sebagainya. Akupun selalu membawa sampah turun tak terkecuali.
“Tisu Basah ditinggal di basecamp, kalau ketahuan nama Anda dan kelompok akan di blacklist di taman nasional gunung selama 2 tahun.”
Pernyataan itu terus menerus diulang. Saat berada di basecamp, kami sudah diperingati untuk tidak membawa tisu basah, bahkan saat briefing sebelum mendaki, kami diperingati lagi. Bawaan kami diperiksa dan dengan sangat terpaksa akhirnya aku meninggalkan tisu basah (yang baru aku beli) itu.
Baca Juga: Naik Gunung Cuma 1 Hari? Bisa dong!
Ternyata sampah tisu basah adalah sampah paling banyak di gunung selain sampah botol plastik. Tisu basah mengandung serat plastik dan bahan kimia yang sulit diurai. Selain itu, aroma yang dihasilkan tisu basah yang dibuang sembarangan dapat mengundang datangnya hewan liar yang bisa membahayakan pendaki. Sekarang aku paham betul kenapa larangan itu ada.
|
Pos 1 Dokmalang Gunung Merbabu via Selo.
|
Perjalanan dari basecamp menuju Pos 1 tidak begitu curam dan dikelilingi oleh hutan rindang. Kami berhenti sejenak di sini untuk beristirahat dan menyantap makan siang. Aku melihat beberapa monyet di kawasan ini, sedihnya lagi aku melihat banyak sekali sampah, terutama sampah botol plastik dan tisu basah. Kebayang gak kalau monyet itu makan sampah kita?
|
Monyet meratapi sampah.
|
Setelah mengisi tenaga, kami melanjutkan perjalanan ke Pos 2. Jalur yang kami lewati semakin menantang ditambah debu dan pasir yang terasa lebih banyak saat musim kemarau kala itu. Sesaat sebelum sampai Pos 2, ada satu tanjakan terjal dan puncaknya biasa disebut dengan pos bayangan. Aku ingat betul terdapat tali yang bisa kami gunakan untuk melewati tanjakkan terjal itu.
|
Tanjakan sebelum Pos Bayangan.
|
|
Jalur cukup terjal.
|
|
Mereka ini brotherhood dan sisterhood lho! (kiri-kanan: Grego, Devita, Tya, Gilbert).
|
Pemandangan alam terbuka semakin terlihat, saat tiba Pos 3 udara dingin dan angin semilir mulai terasa. Awalnya kami berencana untuk berkemah di Pos 4 (Sabana 1) karena lebih dekat dengan puncak, tapi hari mulai senja dan membutuhkan waktu lebih lama lagi menuju Pos 4. Akhirnya, kami memutuskan untuk berkemah di Pos 3. Pos 3 adalah tempat yang direkomendasikan untuk mendirikan tenda karena tempat ini cukup luas.
Kami membagi tugas, para laki-laki membangun tenda, dan kami para perempuan membuat jamuan hangat dan menyiapkan masakkan untuk makan malam. Di sini kami dapat melihat Gunung Merapi yang gagah, terasa dekat dan besar. Senja di pos 3 terasa begitu indah. Walaupun angin dingin mulai menusuk kulit, tapi aku menikmati langit merah muda berganti jingga, hingga berganti malam yang penuh dengan bintang-bintang.
|
Camping ground di Pos 3.
|
|
Pink Sunset di Pos 3.
|
Mungkin karena banyak pendaki yang berkemah disini, aku melihat banyak sekali sampah tisu basah. Memang banyak sampah lainnya, tapi sampah tisu basah paling menonjol. Tak habis pikir, apa masih bisa disebut pendaki kah orang-orang yang masih membuang sampah di gunung ini?
Panorama Indah Menemani Perjalanan Menuju Puncak
Kami tidur lebih cepat dan bangun saat subuh sekitar jam 4 untuk memulai melakukan summit attack. Kami membutuhkan waktu sedikit lebih lama karena kami berada di Pos 3. Persiapan logistik sudah siap dalam tas, kami mulai bergegas memasang headlamp, dan tak lupa berdoa kepada Sang Pencipta agar perjalanan kami lancar sampai puncak Gunung Merbabu.
Baca Juga: 7 Alasan Wajib ke Gunung Papandayan
Perjalanan dari Pos 3 menuju Pos 4 (Sabana 1) cukup menantang ditengah gelap dan dinginnya malam kala itu. Setelah kupikir-pikir, ada baiknya kami berkemah di Pos 3, karena tanjakan menuju Pos 4 ini cukup terjal apalagi jika kami membawa carrier.
|
Pink Sunrise.
|
Saat di Sabana 1, kami berhenti sejenak dan menikmati matahari terbit. Pemandangan di Sabana 1 indah sekali, disini kami melihat banyak tenda-tenda pendaki. Matahari mulai tinggi dan saya menikmati langit merah jingga dengan edelweis, serta Gunung Merapi yang menjadi pemandangan kami menuju ke Pos 5 (Sabana 2).
|
Pagi indah bersama Edelweis dan Gunung Merapi. |
Perjalanan kami menuju puncak Merbabu sangat menyenangkan. Langkah ini terus bersemangat menuju puncak, setelah melewati Sabana 1 dan Sabana 2, dan menengok ke belakang, aku benar-benar terkejut! Aku melihat undakan Sabana yang kami lewati tadi, ditambah bonus Gunung Merapi dan lautan awan yang memesona.
|
Sabana 1, 2, dan Gunung Merapi menemani perjalanan kami.
|
|
Menuju Puncak Kentengsongo.
|
|
Tanjakkan yang kami tempuh sebelum Puncak Kentengsongo. |
Akhirnya kami sampai di Puncak Kentengsongo 3142 mdpl! Dari sini, kami bisa melihat gunung-gunung lain seperti Gunung Merapi, Sindoro, Sumbing, dan Lawu. Kami melihat ada tenda dan batu-batu di Puncak Kentengsongo. Sesuai dengan namanya terdapat 9 batu kenteng dan dikeramatkan oleh masyarakat. Kami mengambil waktu sejenak untuk bersyukur, melihat indahnya alam semesta, dan mengibarkan bendera merah putih di Puncak Kentengsongo.
|
Finally 3142 mdpl! |
Saat tiba kembali di basecamp, sampah kami digeledah. Petugas memastikan apa yang kami bawa turun sesuai catatan pada saat kami hendak naik. Pada akhirnya, bisa juga aku bertahan di gunung tanpa tisu basah. Bahkan aku gak terlalu memikirkannya karena terlalu asik menikmati pemandangan di sini. Walaupun turun gunung muka penuh debu, tapi rasanya puas bisa mengurangi sampah tisu basah di gunung.
|
Kondisi jalur yang berdebu. |
Gunung bukanlah tempat sampah. Jika hanya bisa membuang sampah di gunung atau menyembunyikan sampah dalam semak-semak, lebih baik kamu di rumah saja. Sampah di gunung sangat banyak dapat merusak ekosistem. Menjaga kebersihan alam adalah bagian dari perjalanan pendakian. Saat mendaki gunung lagi, mari siapkan satu kantong lebih untuk membawa sampah yang bukan milikmu, sebagai rasa peduli dan cintamu terhadap alam.
Terima kasih Merbabu atas perjalanan yang membuatku rindu. Semoga kelak bisa kembali lagi melihatmu melaui jalur pendakian yang berbeda.
1 komentar: