"Dulu waktu masih kecil tinggal di Riau, gw jadi korban Musim Asap gegara orang bakarin hutan." kata teman saya.
Lantas saya tanya, "Memang kebakaran hutannya musiman?". Lalu dia menjawab iya karena dalam setahun beberapa kali terjadi kebakaran hutan sampai dia menyebutnya Musim Asap. Kenyataan yang menyedihkan dan memprihatinkan karena fakta itu nyata bahwa Indonesia darurat karhutla!
Akankah (selalu) ada tiga musim di Zamrud Khatulistiwa? Musim Kemarau, Musim Hujan, dan.. Musim Asap. Sayapun berpikir, ketika teman saya bilang bahwa dia pernah merasakan Musim Asap saat kecil, artinya permasalahan karhutla tak berhenti bahkan saat dia sudah dewasa. Wow!
Indonesia Darurat Karhutla!
Kebakaran hutan di Indonesia menyasar provinsi kaya hutan dan lahan gambut. Berdasarkan data dari Auriga Nusantara 20 tahun terakhir karhutla terjadi di Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Papua. Lahan gambut menyimpan banyak air namun jika kering, lahan gambut rentan terbakar sehingga api akan cepat menjalar dan menghabiskan daerah tersebut.
Dedy Sukmara, selaku Direktur Informasi dan Data dari Auriga Nusantara mengatakan bahwa setiap tahun, Provinsi Riau mengalami kebakaran hutan yang tinggi. Musim kemarau terjadi dua kali dalam setahun, yaitu awal tahun dan tengah tahun, sehingga daerah tersebut punya dua puncak (waktu) kebakaran.
Bulan Ramai Api.
Sepanjang tahun 2015-2019, deforestasi di provinsi kaya hutan terjadi di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tengah. Namun lima tahun terakhir, deforestasi bergeser ke arah timur Indonesia, termasuk diantaranya Maluku dan Papua. Hutan Sagu di sana dikonversi menjadi lahan kelapa sawit.
Karhutla disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alami dan faktor manusia. Faktor alami seperti petir, aktivitas vulkanis, dan fenomena El-Nino yang menyebabkan kemarau panjang membuat tanaman menjadi kering. Istilah El-Nino mengingatkan saya pada pelajaran geografi zaman sekolah, yakni fenomena memanasnya suhu muka laut di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timur.
Orang Utan kehilangan habitatnya karena karhutla. Sumber: https://nasional.republika.co.id/
Namun berdasarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 328.724 hektare luas karhutla pada tahun 2019, 99% terjadi karena ulah manusia sendiri, yang membuka lahan dengan membakar, perburuan, hingga konflik lahan, dan aktivitas lainnya. Motif ekonomi menjadi alasan utamanya. Sedihnya hal itu menyebabkan hilangnya biodiversitas, habitat, dan populasi keanekaragaman hayati yang ada dalam hutan.
Kebakaran hutan di Indonesia yang terjadi pada tahun 2015 dan 2019 menjadi tahun terburuk bencana kabut asap. Berdasarkan laporan Copernicus Atmosphere Monitoring Service (CAMS), kebakaran hutan di Indonesia pada tahun 2019 menyebabkan lebih banyak karbondioksida daripada kebakaran yang terjadi di Hutan Amazon, Brazil.
Karhutla menyebabkan asap tebal dapat menyebabkan penyakit pernapasan seperti Asma, Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), infeksi mata, dan lain-lain. Cerita dari beberapa teman yang tinggal di Sumatera Selatan dan Kalimantan mengatakan bahwa mereka bahkan sudah menjalankan School From Home/ Work From Home, jauh sebelum pandemi. Hal itu dikarenakan asap yang mengganggu dan jarak pandang yang tak sampai dua meter.
Teman saya pernah merasakan saat harus delay, mendarat di bandara yang tidak semestinya, hingga membatalkan jadwal penerbangan karena kabut asap yang mengganggu lalu lintas udara. Selain itu, mereka juga menyaksikan bagaimana hujan buatan dai helikopter diturunkan untuk memadamkan karhutla.
Zoonosis, Deforestasi, dan Pandemi
Beberapa waktu lalu, kita dikejutkan dengan orang utan di Desa Lusan, Kalimantan Timur yang masuk ke pemukiman warga. Lantas apa penyebabnya? Saya duga hal tersebut karena habitat si orang utan yang terganggu. Hutan tempat mereka tinggal menipis, sehingga menyebabkan mereka juga sulit mencari makanan.
Tak hanya itu, saya juga pernah lihat di platform media sosial Tiktok, ada orang-orang yang memelihara satwa liar seperti harimau dan monyet. Anak monyet biasanya masih bersama induknya sampai usia 7 bulan. Jadi kalau terlepas dari. induk artinya mereka dipaksa pisah, bahkan si induk bisa saja diburu/ditembak. Logikanya semakin banyak orang yang membelinya, semakin banyak juga induk yang dipunahkan demi itu. Saya gak melihat anak monyet itu lucu saat diajak main, saya kasihan.
Orang Utan masuk ke Desa Lusan. Sumber: https://kaltim.tribunnews.com/
Perdagangan monyet. Sumber: Tiktok/nhdazhr
Dulu waktu saya sering ke asrama adik saya di Bogor, saya sering banget lihat pertunjukkan topeng monyet di lampu merah jalan. Kalau kata adik saya yang berprofesi seorang dokter hewan, hal itu sebenarnya dilarang, karena selain habitat monyet akan terganggu, hal tersebut juga memicu ancaman zoonosis.
Dr. Alvi Muldani selaku Direktur Klinik Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI) mengatakan bahwa deforestasi menyebabkan beberapa spesies menurun, mungkin beberapa spesies lainnya bisa beradaptasi, tapi spesies yang beradaptasi itu bisa menyebabkan risiko zoonosis. Zoonosis adalah suatu jenis penyakit menular yang ditularkan dari hewan ke manusia.
Ada lebih dari 200 penyakit zoonosis, seperti; Virus Nipah, Yellow Fever, Malaria, Ebola. Perdagangan hewan liar yang tak semestinya menjadi salah satu faktornya. Walaupun ada juga beberapa penyakit zoonosis yang bisa dicegah dengan vaksinasi seperti penyakit rabies.
The Novel Coronavirus Disease alias COVID-19 pandemi dipercaya dipicu oleh transmisi virus dari hewan ke manusia. Maksudnya adalah pemicu penyakit zoonosis yang disebarkan hewan karena terpaksa meninggalkan habitat aslinya. Misalnya dari kelelawar dan pangolin, lalu berpindah ke manusia. Fyi, pangolin adalah trenggiling. Pangolin banyak diburu di Malaysa dan Vietnam, kemudian diimpor secara ilegal untuk dimanfaatkan daging, kulit, dan sisiknya.
Pandemi, lingkungan, dan zoonosis ada hubungannya. Wabah penyakit yang ada menunjukkan adanya masalah dalam lingkungan. Lebih dari dua pertiga penyakit zoonosis berasal dari satwa liar. Mereka yang harusnya tinggal di hutan namun terancam. Manusia memburunya dan menjual mereka, lalu habitatnya dimusnahkan pula. Paham maksud hubungan ini?
Mari Cegah Karhutla!
Dimanapun kita berada, kita bisa berkontribusi dalam mencegah karhutla. Semakin ke sini, saya mulai memperhatikan asal muasal tentang apa yang saya gunakan dan konsumsi. Tidak membeli produk dari perusahaan yang merusak alam. Bisa dilihat dari green label/eco label atau sejarah dari produk tersebut, serta mengurangi/mengganti produk yang mengandung kelapa sawit.
Hati-hati juga dengan puntung rokok yang dapat memicu karhutla. Mungkin terlihat kecil dan sepele, tapi jika tidak dibuang dengan benar, dampaknya sangat merugikan! Ingat peristiwa terbakaranya Gili Lawa di Taman Nasional Komodo, NTT? Ulah sepele pengunjung yang membuang sampah sembarangan. Please be a responsible tourist!
Kita juga bisa ambil bagian dalam menyebarkan informasi kehutanan untuk meningkatkan awarness masyarakat melalui media sosial dan mengadopsi bibit melalui Yayasan ASRI. Tahu gak kalau Yayasan ASRI adalah satu-satunya klinik di Indonesia bahkan di dunia yang menerima pembayaran dengat bibit pohon lho.
Saya juga salut dengan program lain yang diadakan oleh ASRI, yaitu Program Chainsaw Buyback, yaitu memberikan modal usaha dan pengembangan wirausaha kepada penebang yang bergantung kepada hutan, dengan menukar gergaji mesin milik mereka, dalam upaya mengurangi aktivitas logging.
Selain itu, Undang-Undang tentang Karthutla harus dipertegas sanksinya agar pihak yang berkepentingan tidak serta merta mengeksploitasi hutan untuk kepentingan pribadi dan memperluas moratorium hutan dan gambut agar hutan kita semakin lestari.
Sumber: Instagram/anil_t_prabhakar
Saya percaya ketika kita bersahabat dengan alam, alam juga akan menjaga kita. Mari berkontribusi!
Pertanyaan itu terlintas di benak beberapa teman yang penasaran. Buton Tengah terletak di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dari Bandara Sultan Hasanuddin di Makassar, kita harus naik pesawat ATR menuju Baubau. Setelah itu menyeberang melalui jalur laut dari Pelabuhan Katinting menuju Pelabuhan Wamengkoli, lalu dilanjutkan perjalanan darat.
Buton Tengah terkenal dengan sebutan Negeri Seribu Gua. Tak heran karena memang banyak gua yang unik dan eksotik di sini. Mulai dari gua kering, gua basah, bahkan ada gua yang lokasinya di bawah laut lho! Inilah beberapa gua yang aku kunjungi di Buton Tengah;
1. Gua Maobu
Gua pertama yang aku datangi ini lokasinya berada di Desa Lalibo, Mawasangka Tengah. Letaknya tak jauh dari pinggir jalan. Gua Maobu yang kami datangi tidak terlalu besar, namun memiliki air yang biru dan jernih, langsung membuatku terpukau! Kami datang sekitar jam 9 pagi, saat cahaya matahari masih menembus hingga kedalaman.
Kedalaman Gua Maobu bervariasi antara 4-8 meter. Anak-anak nampak tak ada beban meloncat dari tebing Gua Maobu. Akhirnya akupun mencobanya. Dari bawah kelihatan tak terlalu tinggi, tapi saat aku berdiri di pinggir tebing dan bersiap untuk cliff jumping, aku langsung bilang "Wah ternyata tinggi juga ya!"
Tak ingin berlama-lama di pinggir tebing, akhirnya aku loncat sambil berteriak kencang! Dalam hitungan detik, "Byuurr!!". Air Gua Maobu terasa segar dan tak terlalu dingin. Aku sarankan teman-teman bisa menggunakan sepatu pantai saat bermain di sini karena saat berada di pinggir tebing lumayan agak tajam seperti mulut netizen. Rasanya seperti menginjak bebatuan untuk refleksi kaki tapi supaya lebih aman dan nyaman lebih baik menggunakan sepatu pantai.
Tak jauh dari Gua Maobu juga ada pantai, namanya Pantai Maobu. Sepenglihatanku, gak ada area pantai yang luas pada umumnya, jadi area pantai berpasir itu tak terlalu banyak, ombakpun tak besar. Tapi sudah ada gazebo dan tempat duduk untuk menikmati pantai.
Oya, ternyata yang kami datangi ini adalah Gua Maobu Kecil. Kata seorang teman yang tinggal di Buton Tengah, masih ada Gua Maobu Besar. Lokasinya 50 meter dari jalan Maobu Kecil. Medannya lebih menantang karena harus turun sejauh 25 meter menggunakan tali vertikal. Dare to try?
2. Gua Koo
Berbeda dengan Gua Maobu, kami harus menuruni anak tangga untuk melihat Gua Koo. Gua Koo terletak di Desa Lantongau, Mawasangka Tengah. Koo artinya hutan, tak heran saat kami menuruni anak tangga, kami dikelilingi banyak pohon tinggi. Medannya cukup curam dan jarak antara satu anak tangga ke anak tangga lain juga tinggi, jadi harus ekstra hati-hati.
Gua Koo, berbentuk seperti paru-paru. Foto: @leonard_c4me
Waktu terbaik ke sini saat pagi hari sehingga cahaya matahari menerangi gua berair ini. Saat kami datang, cuaca sedang hujan, jadi medan trekking agak licin dan tidak memungkinkan kami turun sampai bawah. Bagian yang menggunakan tangga cuma ada di awal, setelah itu rasanya beneran kaya trekking dalam hutan.
Uniknya, pertama kali melihat Gua Koo, akupun langsung berpikir bentuknya seperti paru-paru. Sama seperti manfaatnya yang menjadi sumber kehidupan bagi warga Buteng. Gua berair semi vertikal ini memiliki air jernih berwarna biru. Kita tidak boleh berenang di sana karena selain dalamnya yang mencapai 30 meter, gua ini juga digunakan sebagai sumber mata air.
Tiga tahun sekali ada upacara Katutuhanooe di Gua Koo untuk menghormati leluhur. Konon tradisi dilakukan agar Gua Koo tetap jernih dan bersih. Uniknya, di Gua Koo juga terdapat Stalagmit yang jika dipukul berbunyi lho! Kalau berkunjung ke sini, gunakan sepatu atau sendal gunung agar lebih nyaman.
3. Gua Kotaeono
Walaupun harus trekking (lagi) melewati lorong batu yang agak sempit, ternyata view-nya cakep banget! Bukan di Filipina atau Thailand seperti kesan pertamaku, tapi ini di Indonesia! Tepatnya di Desa Rahia. Gua Kotaeono berbentuk seperti laguna yang diapit tebing kapur. Airnya jernih berwarna tosca dan uniknya aliran airnya juga nyambung ke laut di dekat sana. Terlihat beberapa orang berenang di sana dan kita juga bisa menyewa kapal kayu untuk berfoto.
Perjalanan ke Gua Laumehe membutuhkan stamina yang tinggi. Dari depan, akses jalannya cuma terlihat rerumputan tinggi. Kami harus trekking (lagi dan lagi) untuk menuju Gua Laumehe. Perlahan kami masuk ke dalamnya. Gua Laumehe cukup besar, tinggi, dan dipenuhi stalaktit dan stalakmit yang masih aktif.
Medan di dalam (agak) sulit dan harus menggunakan senter untuk masuk ke dalamnya. Ada kolam kecil yang terbentuk dari tetesan langit gua. Gua ini kayaknya panjang banget. Belum dipastikan panjangnya, tapi di dalamnya selalu ada lorong dan lorong lagi, seakan tidak ada habisnya. Gua Laumehe terletak di Desa Wantopi, Mawasangka Tengah. Jika dilihat dari peta, ternyata lokasinya tidak jauh dengan Danau Pasi Bungi, danau berbentuk hati dan terbesar di Buton Tengah.
Perjalanan menuju Gua Laumehe sangat menguras keringat, semakin masuk ke dalamnya juga begitu. Akses dalam gua masih alami, maksudnya banyak bebatuan dengan ukuran beragam bahkan aku sempat wall climbing untuk melewati medan yang tegak lurus sembilan puluh derajat.
Selesai trekking dari gua ini keringatku netes gak habis-habis. Pantesan aja sudah Bang Sukli sudah wanti-wanti sedari turun dari mobil untuk bawa air minum yang banyak. Ternyata cukup bikin haus guys! Haha. Wisata Gua Laumehe masih dikembangkan agar akses dan perlengkapan caving lebih baik sehingga wisatawan lebih nyaman untuk menyusuri Gua Laumehe.
5. Gua Bidadari
Gua Bidadari terletak di Desa Wadiabero, Kecamatan Gu. Untuk menuju gua ini, kami juga melewati semak-semak dan hutan terbuka. Tapi medannya masih tergolong tidak terlalu sulit. Hanya tanaman-tanaman yang menjulang tinggi. Mungkin sekitar 10-15 menit kami berjalan dari perkampungan warga.
Jika datang tepat waktu antara dibawah jam 12 siang, kita masih bisa mendapatkan cahaya matahari yang masuk ke dalam lubang atas gua. Mungkin karena itu dinamakan Gua Bidadari karena terlihat secercah cahaya bagai bidadari turun dari langit. Uniknya lagi, ternyata di sini juga ada kolam kecil. Jadi bisa berenang atau main air di sana.
Berbeda dari gua-gua yang sudah kusebut diatas, Gua Loba-loba terletak di bawah laut. Berada di Desa One, Waara Lakudo, gua ini kedalamannya lebih dari 20 meter. Untuk itu, jika memiliki lisensi menyelam, kamu bisa melakukan cave diving. Untuk sampai ke dive site Gua Loba-loba, kami naik perahu sekitar 15 menit dari Pelabuhan Wamengkoli.
Keunikan Gua Loba-loba banyak mengundang wisatawan asing maupun lokal menyelam di sini. Terdapat biota laut seperti; lobster, kipas laut/karang Gorgonia, terlihat juga ornamen-ornamen gua yang biasanya kulihat pada gua kering.
Dalam Gua Loba-loba terdapat banyak lobster, makanya namanya Gua Loba-loba. Foto: @peekholidays
(kiri) Difoto dari jalur darat. Foto: Youtube Dispar Buteng. (kanan) Difoto saat berada di permukaan atas Gua Loba-loba. Foto: @peekholidays
Jika cuaca sedang bersahabat, cahaya matahari akan masuk dari atas gua menembus hingga kedalaman. Biasanya di situlah spot foto para penyelam. Katanya sih, Gua ini juga bisa diakses lewat darat. Setelah kulihat video trekking ke Gua Loba-loba dari youtube Dispar Buteng, kelihatannya memang mirip. Berarti lubang gua dari akses darat memang menyambung ke laut. Konon dimana ada danau/pemandian, ujung-ujungnya tersambung ke laut. Masih misteri! Haha
Gua Loba-loba juga pernah masuk dalam nominasi Anugerah Pesona Indonesia pada tahun 2018. Oya, kalau belum bisa diving, kita juga bisa menikmati aktivitas snorkeling atau memancing di dekat sana. Saat itu, cuaca gak menentu, kadang panas atau tiba-tiba hujan. Waktu lagi nunggu ka Tracy (@peekholidays) diving di Gua Loba-loba, angin di kapal kencang sekali. Beruntungnya aku bawa jaket dari Lois Indonesia yang melindungi tubuhku dari terpaan angin.
Snorkeling di dekat area Gua Loba-loba. Foto: @yusaknatan
7. Gua Oemamba
Sekilas tempat ini seperti tempat pemandian pada umumnya, namanya Danau Oemamba. Anak-anak tampak bahagia bermain air sembari loncat dari tebing. Tapi siapa sangka ternyata dibawah Danau Oemamba ini ada Gua Terluas dan Terdalam di Buton Tengah lho!
Kupikir cuma Gua Loba-loba yang letaknya dibawah permukaan air, tapi ternyata Danau Oemamba ini bisa diselami. Penyelam asing pun pernah menyelam di sini. Kedalamannya diperkirakan lebih dari 75 meter. Kalo kata ka Iping yang pernah menyelam di sana, sudah pernah dieksplor dengan helium masih belum selesai.
Selain wisata gua, Buton Tengah menyimpan berbagai wisata alam dan wisata sejarah, ada pantai, benteng, dan danau. Masih banyak gua-gua lain yang ada di Buton Tengah yang belum sempat kami kunjung, seperti; Gua Inoli, Gua Lakasa, Gua Lahumbe, Gua Kasimbuno, dan lain-lain. Gak heran kan kalau Buton Tengah mendapat julukan Negeri Seribu Gua?
Hello! I’m Irene from Indonesia. Thank you for visiting my blog. Basicly I’m graduated from Bachelor of Graphic Design. But in my quarter century, I started to write my journey through my personal blog. Read more about me here.
0 komentar: