Banda Neira terkenal akan kekayaan rempah-rempah. Sebut saja ada buah pala, cengkeh, kayu manis, dan kenari. Terutama Pala Banda yang mendunia hingga saat ini. Gak heran kalau Banda Neira punya julukan The Spice Island. Komoditasnya sudah diperdagangkan sejak zaman penjajahan. Sejarah perdagangan rempah di Banda Neira menjadi saksi perjuangan masyarakat untuk mempertahankan tanahnya.
Ini lho yang namanya Buah Pala. Sudah pernah lihat sebelumnya?
Buah Pala yang Mendunia
Banyak pedagang dari seluruh dunia mengincar Pala di Banda, seperti Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda. Tahukah kamu bahwa salah satu pulau di Banda Neira yaitu Pulau Rhun, dulu pernah ditukar dengan Manhattan? Hal itu ada tertulis dalam Perjanjian Breda bahwa Belanda menukar Pulau Manhattan dengan Pulau Rhun kepada Inggris.
Alasannya adalah karena Pulau Rhun terkenal sebagai Penghasil Pala Terbesar Di Dunia. Banda Neira menjadi satu-satunya penghasil pala pada zaman dulu. Bahkan pada waktu itu, harga pala bersanding dengan harga emas lho!
Keranjang pala dan alat petiknya.
Saat saya berada di Pulau Rhun dan Desa Lonthoir di Pulau Banda Besar, rasanya saya melihat hampir setiap rumah memiliki kebun pala, mereka mengeringkan pala itu di depan rumah. Pala yang sudah dipanen dimasukkan ke dalam keranjang, karena buah pala yang jatuh ke tanah dianggap rusak.
Buah pala terdiri dari bagian kulit, buah, dan fuli. Semua bagiannya dapat dimanfaatkan. Pada zaman Romawi kuno, biji pala dijadikan sebagai pengawet mayat/mummy, sebagai anti penyakit bisul pada anak yang digantung di leher dengan benang, dan hingga saat ini biji pala yang digerus/diparut dapat dijadikan sebagai penyedap makanan.
Sedangkan kulit pala bisa dijadikan manisan pala, jus pala, selai pala, sirup pala, dan juga bahan masakan. Nah, bagian berwarna merah yang menyelimuti biji pala itulah yang disebut fuli. Fuli bisa digunakan untuk bahan pembuatan minyak atsiri, kosmetik, dan alas kasur yang dicampur dengan kapuk. Justru Fuli ini yang harganya lebih mahal dibandingkan biji Pala yang cokelat.
Biji Pala dan Fuli (berwarna merah)
Pohon Pelindung Pala
Pohon Pala, tak bisa hidup sendirian. Biasanya Pohon Kenari yang menjadi pohon pelindungnya dari terik matahari dan angin kencang, sebab pala itu sangat sensitif. Metode ini sudah diterapkan Belanda sedari dulu, Pohon Kenari ditanam lebih dulu kemudian Pala.
Saya sendiri takjub melihat Pohon Kenari yang ternyata tinggi besar! Batang pohonnya kokoh dan berdiameter besar. Namun saat berada di Pulau Rhun, ada juga Pohon Mangga dan Pohon Durian yang tumbuh sebagai pohon pelindung Pala. Hal itu disesuaikan kontur tanah yang cocok di daerah tersebut.
Pohon Kenari di Desa Lonthoir, Banda Besar.
Buah Pala sebelum dipetik.
Perkebunan Pala di Desa Lonthoir Banda Besar merupakan salah satu Kebun Pala Terbesar yang ada di Kepulauan Banda. Melihat pohon-pohon Kenari Desa Lonthoir Banda Besar, saya merasa seperti ada di negeri dongeng! Setiap hari Jum'at, kakak-kakak dari Moluccas Coastal Care menanam pohon di sini. Jadi, saya juga tak ingin melewatkan menanam bibit Pohon Kenari.
Pohon Kenari tentu menghasilkan kacang kenari yang juga menjadi komoditas unggulan di Banda. Tak heran, beberapa kuliner yang saya cicipi di Banda Neira ada topping kenari dan topping-nya itu gak pelit alias berlimpah! Saya menikmati kue bolu ombekuk, kopi/teh kayu manis kenari, dan oleh-oleh yang saya bawa pulang yaitu roti kenari.
Kuliner dari Pala dan Kenari; Jus Pala - Kue Ombekuk - Teh Kayu Manis Kenari.
Rumah Pengering Rempah
Econusa dan Moluccas Coastal Care melakukan pendampingan kepada petani terkait dengan proses pengolahan hingga hasil panen, serta proses pengeringan dengan membangun Rumah Pengering Rempah. Rumah Pengering Rempah dapat digunakan untuk mengeringkan pala, cengkeh, dan kenari. Bangunannya menggunakan plastik UV untuk meningkatkan kualitas pala, menjaga panas yang stabil, menjaga aroma, tidak berbau asap, dan tidak terkontaminasi.
Biasanya masyarakat melakukan proses pengeringan pala dengan pengasapan. Namun untuk meningkatkan kualitas pala, saat inipun permintaan untuk pasar Eropa tidak menginginkan pala yang berbau asap, karena dinilai bisa saja mengandung bakteri. Oleh karena itu, ada salah seorang warga Pulau Rhun, Bapak Latora yang mencoba melakukan pengeringan pala di Rumah Pengering Rempah ini.
Rumah Pengering Rempah. Waktu saya masuk, suhunya 49 derajat. So hot! Haha
Pala yang dikeringkan di Rumah Pengering Rempah.
Sebenarnya petani pala memiliki tantangan pada musim Ombong Mei, karena hasil panennya menurun akibat perubahan cuaca. Ombong Mei yang dimaksud mengakibatkan pala gugur setiap tahun. Oleh karena itu, biasanya para petani sudah antisipasi untuk menanam pohon pelindung untuk mengurangi resikonya.
Pala Banda Neira kini masih menjadi primadona. Pala Banda itu eksklusif, harganya diatas rata-rata. Tidak ada yang bisa menyaingi Pala Banda. Di Pasar Eropa, kebanyakan masakan atau cemilan menggunakan bumbu pala.
Jadi, sudah pernah coba atau merasakan hasil komoditas unggulan Pala Banda Neira yang mendunia?
Gunung Api Banda menyambut kehadiran saya saat tiba di Banda Neira, Maluku Tengah. Setelah menempuh perjalanan menggunakan pesawat dari Jakarta - Ambon selama 3 jam, dan perjalanan laut selama 15 jam, akhirnya saya menginjakkan kaki di Banda Neira! Banda Neira memiliki wisata alam, wisata budaya, dan wisata sejarah yang sangat menarik.
Banda Neira menyimpan kisah perjuangan bangsa Indonesia. Bangunan-bangunan kuno yang saya lihat, seakan membawa saya pada zaman kolonial. Beberapa tempat wisata dapat dijangkau hanya dengan berjalan kaki, menyusuri tempat-tempat bersejarah yang jaraknya tak terlalu jauh satu sama lain. Bahkan saya melihat meriam di pinggir jalan raya.
No Filter Gunung Api Banda Neira.
1. Benteng Belgica
Benteng Belgica ini wisata pertama yang saya kunjungi saat ke Banda Neira. Jika dilihat dari atas, Benteng Belgica berbentuk segi lima, unik sekali! Pada bagian tengah benteng, ada batu berbentuk kotak gitu, sekilas saya kira sumur.
Ada dua celah, yang satu untuk persediaan air kala itu dan yang satunya adalah terowongan bawah tanah yang bisa terhubung ke Benteng Nassau. Jadi semacam jalan rahasia yang dulu digunakan sebagai sistem pertahanan juga pada zamannya.
Itu kotak di bagian tengah yang ternyata jalan rahasia.
Ini bagian atas Benteng Belgica. View-nya menghadap laut dan Gunung Api Banda.
Awalnya Benteng Belgica dibangun oleh Portugis, namun sempat direbut oleh Inggris dan Belanda. Benteng Belgica menjadi saksi sejarah perjuangan Maluku saat melakukan perlawanan menentang monopoli rempah oleh VOC pada zaman itu. Dulu Benteng Belgica juga sempat dijadikan gudang pala.
Benteng Belgica terletak di Pegunungan Tabaleku, untuk mencapainya kita harus sedikit berjalan dan menaikki beberapa anak tangga. Saat menaikki anak tangga dan menengok ke belakang, saya takjub melihat panorama Laut Banda yang indah! Benteng Belgica menjadi salah satu spot terbaik jika ingin swafoto dengan Gunung Api Banda. Dari bagian atas Benteng Belgica, bahkan terlihat tempat penginapan saya di Allan Bungalow dan gagahnya Gunung Api Banda.
2. Benteng Nassau
Selain Benteng Belgica, juga ada Benteng Nassau. Justru Benteng Nassau yang dibangun terlebihi dulu dan merupakan benteng pertama di Banda Neira. Benteng ini dibangun Belanda di atas pondasi yang dibangun oleh Portugis. Benteng Nassau berbentuk segiempat, dan pemandangannya juga menghadap Gunung Api Banda.
Lokasi Benteng Nassau tak jauh dari Benteng Belgica. Dulu, tempat ini pernah terjadi tragedi pembantaian 44 Orang Kaya Banda, orang yang sangat berpengaruh, disegani, dan terhormat pada zaman itu. Mendengar kisahnya itu buat hati ini pilu, mereka dibantai dengan dipenggal kepalanya dan dipotong bagian tubuhnya. Tercatat pula masyarakat lainnya ada yang dibunuh dan diasingkan secara paksa.
Benteng Nassau dengan pemandangan Gunung Api Banda.
Singkat cerita pembantaian tersebut terjadi karena masyarakat Banda Neira yang memperjuangkan tanahnya, agar Belanda dan Inggris tidak serta merta merebut memonopoli pala, komoditas yang diperebutkan waktu itu. Saat mengunjungi Benteng Nassau pada siang hari, saya baru sadar bahwa benteng ini ternyata saya lewati saat ritual Kasi Makan Negeri dalam rangkaian Festival Lewetaka.
3. Cilu Bintang
Saya bertemu Abba Rizal Bahalwan, pemilik Cilu Bintang dan salah satu orang terhormat di Banda. Om Abba saya menyapanya. Om Abba menjamu kami dengan jus pala segar sambil bercerita tentang Banda Neira.
Awalnya saya mengira Cilu Bintang adalah restoran yang juga menjadi toko oleh-oleh karena saya melihat berbagai cenderamata Banda dari buku-buku, mutiara, perhiasan, kaos, gantungan kunci, postcard, dan masih banyak lagi. Tapi lebih dari itu, ternyata Cilu Bintang menyediakan penginapan unik bernuansa vintage. Nama-nama kamarnya pun diambil dari nama tokoh penting Banda, seperti Ruangan Sjahrir, Hatta, dan Ratu.
Lantai 1 Cilu Bintang ada tempat oleh-oleh dan restoran.
Lantai 2 Cilu Bintang. Pemandangan lagi-lagi menghadap Gunung Api Banda dan Benteng Nassau.
Tapi walau tidak menginap, kita masih bisa menikmati suasana di Cilu Bintang. Apalagi bisa menikmati makan malam All You Can Eat sebesar Rp75.000 yang dimulai pukul delapan malam. Dari lantai dua Cilu Bintang, kita bisa melihat Benteng Nassau berlatar Gunung Api.
Pada balkonnya juga masih ada meriam. Suasana di sini homey seperti nuansa rumah belanda. Oya, koleksi postcard dari Cilu Bintang bagus-bagus. Menurutku cocok buat jadi oleh-oleh yang murah meriah. Postcard tersebut juga bisa langsung dikirim dari sini.
4. Istana Mini
Malam itu saat mengikuti prosesi Kasi Makan Negeri sebelum matahari terbit, saya sudah melihat bangunan putih ini. Pada waktu melihat Istana Mini waktu matahari terbit, saya langsung bilang, "Mirip Istana Negara di Jakarta". Ternyata dulu tempat ini memang digunakan sebagai kantor administrasi Belanda. Di depannya terdapat dua buah meriam dan juga halaman yang sangat luas.
Istana Mini Banda Neira. Mirip Istana Negara ya?
Bagian dalam Istana Mini.
Pada bagian dalam, banyak ruangan namun relatif kosong, tidak banyak perabot seperti meja, kursi, atau dekorasi lainnya. Pada bagian belakang terdapat ruang terbuka dan halaman yang cukup luas. Selain itu, di salah satu ruangan, terdapat coretan terakhir pegawai Belanda asal Perancis yang bernama Charles Humphrey.
Coretan itu diukir di jendela kamarnya menggunakan cincin berlian karena kerinduan terhadap kampung halaman dan keluarganya, tapi dia tidak bisa pulang. Tragisnya tak lama setelah itu, dia mati bunuh diri.
Coretan Jendela di Istana Mini. Sumber: Pak Budi - Ketua Lembaga Adat Ratu Naira.
5. TWP Laut Banda
Taman Wisata Perairan (TWP) Laut Banda lokasinya berseberangan dengan Istana Mini. Saat saya datang ke sana pada akhir November, garis pantai terlihat jauh sekali karena di Maluku sedang terjadi Fenomena Meti. Fenomena Meti merupakan surutnya air laut sampai jauh sekali hingga nampak seperti pertanda tsunami. Saya melihat beberapa nelayan sedang mencari ikan di sana.
TWP Laut Banda dengan view Gunung Api Banda.
TWP Laut Banda dengan Fenomena Meti.
TWP Laut Banda merupakan salah satu Kawasan Konservasi Perairan Nasional. Sebagai kawasan konservasi, TWP Laut Banda menjadi habitat berbagai biota laut. Sepenglihatan saya, kawasan ini bersih, tentu karena peran masyarakat untuk jaga banda dengan menjaga tradisi dan menjaga lingkungannya.
Rumah Kora-kora di TWP Laut Banda.
Masih di area TWP Laut Banda, ada Rumah Kora-kora/Belang yaitu perahu tradisional Maluku yang dulu digunakan untuk berdagang maupun perang. Saat dalam rangkaian Festival Lewetaka, Tampa Siri juga diletakkan di Rumah Kora-kora sebagai bentuk penghormatan.
6. Gereja Tua Naira
Saya sering melewati gereja ini. Dari depan arsitekturnya nampak seperti bangunan di Eropa. Letaknya di pertigaan jalan, tepat di seberang Taman Tugu Rakyat Banda. Pilar-pilar putih pada gereja ini mengingatkan saya dengan Gereja Immanuel Jakarta. Gereja Tua Naira masih aktif digunakan untuk beribadah hingga saat ini.
Tapi siapa sangka, Gereja Tua Naira lantainya dibuat dari 30 makam nisan prajurit belanda yang gugur dalam peperangan. Iya, saat masuk ke dalam gereja, kita akan menginjak makam batu tersebut.
Gereja Tua Banda Neira. Pemandangan di belakangnya Gunung Api Banda (lagi)
7. Rumah Budaya Banda Naira
Lokasi Rumah Budaya Banda Neira tepat di seberang Delfika Guest House. Lokasi yang cukup strategis bagi pejalan kaki untuk menjangkau tempat-tempat bersejarah lainnya di sekitar Pulau Neira. Sepanjang di gang ini, saya melihat beberapa bangunan kuno juga yang dimanfaatkan para mahasiswa untuk berkegiatan.
Tampak Depan Rumah Budaya Banda Neira.
Rumah Budaya Banda Neira.
Tentang Kora-kora dan Buka Puang.
Rumah Budaya Banda Neira seperti museum yang menyimpan sejarah perjuangan Banda Neira. Lagi-lagi, bangunan ini adalah milik keluarga Des Alwi, salah satu tokoh penting Banda yang juga anak angkat Bung Hatta dan Sjahrir.
Berbagai peninggalan dan benda antik bisa kita temukan di sini. Misalnya keranjang pala, meriam peninggalan VOC, lukisan, keramik, uang kuno, dan lain-lain. Tiket masuknya sebesar Rp25.000, bisa dimasukkan ke kotak yang ada di depan.
8. Rumah Pengasingan Bung Sjahrir & Rumah Pengasingan Bung Hatta
Masih dalam satu gang yang sama, tak jauh dari Rumah Budaya Banda Neira, ada Rumah Pengasingan Sjahrir. Namun sayangnya sedang tutup saat itu, saya hanya melihat beberapa peninggalan dan foto-foto dari jendela yang terbuka pada bagian depan.
Bung Hatta dan Sjahrir menempati rumah ini setelah tempat pengasingannya di Boven Digul Papua. Walau tak berapa lama kemudian Bung Hatta pindah ke rumah pengasingan lain yang tak jauh dari situ. Tempat ini menjadi tempat pertemuan dengan tokoh sejarawan Banda, Des Alwi yang akhirnya menjadi anak angkat mereka.
Rumah Pengasingan Bung Sjahrir dari jendela depannya.
Lokasi Rumah Pengasingan Bung Hatta masih bisa dijangkau dengan berjalan kaki dari Rumah Pengasingan Bung Sjahrir. Padahal saya melewati Rumah Pengasingan Bung Hatta berkali-kali, tapi berkali-kalipun saat hujan sampai saya gak sempat masuk ke dalamnya. Haha.
Setiap kali kami menuju Rumah Adat Ratu Naira, pasti melewati Rumah Pengasingan Bung Hatta. Letaknya di pinggir jalan, masih satu blok dengan Rumah Adat Ratu Naira dan Benteng Belgica yang jaraknya hanya beberapa meter saja.
Bung Hatta mendirikan Sekolah Sore untuk anak-anak Banda Neira di teras belakang rumah ini. Bersama dengan Bung Sjahrir mengajar anak-anak tentang bahasa Inggris, membaca, menulis, berhitung, menanamkan nilai nasiolisme serta kedisipilinan.
9. Wisata Bahari di Pulau Karaka dan Lava Flow
Banda Neira sudah terkenal akan keindahan bawah lautnya. Bermain di laut dan menikmati wisata bahari menjadi hal yang tidak boleh dilewatkan! Pulau Karaka dan Lava Flow adalah dua spot diving yang saya kunjungi. Tentu bukan hanya spot ini, Banda Neira memiliki banyak sekali spot wisata bahari lain untuk snorkeling maupun diving. Namun spot ini lokasinya tidak jauh dari tempat kami menginap di Allan Bungalow.
Hujan deras saat itu, tapi siapa sangka ternyata saat berada di bawah laut tingkat visibility masih jelas dan tidak berarus. Di spot Pulau Karaka, saya melihat beragam biota laut, seperti; moray eel, clown fish, sweetlips fish, puffer fish, dan lain-lain.
Sedangkan di spot Lava Flow, saya melihat banyak sekali terumbu karang yang besar-besar, cantik, berwarna, dan penyu sisik. Gimana ya speechless banget saya seperti berada dalam akuarium raksasa. Spot Lava Flow terbentuk karena aliran lava dari letusan Gunung Api Banda tahun 1988. Katanya mineral dari lava itu yang menyebabkan pertumbuhan terumbu karang yang lebih subur, cepat, dan banyak.
10. Island Hoping
Kepulauan Banda terdiri dari beberapa pulau, beberapa diantaranya yang berpenghuni yaitu Pulau Gunung Api, Pulau Banda Besar Besar, Pulau Rhun, Pulau Ay, Pulau Naira, Pulau Karaka, Pulau Sjahrir, dan Pulau Hatta.
Biasanya island hopping ke Pulau Rhun, Ay, Naylaka bisa dilakukan dalam satu waktu karena lokasinya berdekatan. Jika beruntung, kita bisa melihat lumba-lumba atau paus lho! Tahu gak kalau Pulau Rhun dulu pernah ditukar dengan Manhattan karena komoditi buah pala?
Di Pulau Rhun, saya mampir ke Rumah Besi yang dulu digunakan untuk pengasapan rempah-rempah. Untuk ke sini, kita harus trekking sedikit dan melewati perkebunan pala, tapi dari atas situ kita juga bisa melihat pemandangan Pulau Rhun yang sangat indah!
Peta Kepulauan Banda Neira (Ini postcard yang dibeli di Cilu Bintang)
Saat pengasingan di Banda Neira, Bung Hatta dan Sjahrir mendirikan Sekolah Sore dan mengajak anak-anak ke Pulau Pisang sambil menyanyi lagu Indonesia Raya. Oleh karena itu, saat ini Pulau Pisang dikenal dengan nama Pulau Sjahrir dan pulau di tenggara Pulau Banda dikenal dengan Pulau Hatta.
Saat itu, saya bersama tim Moluccas Coastal Care menghabiskan waktu untuk menikmati wisata bahari di Pulau Sjahrir. Dari atas kapal, laut terlihat sangat jernih, bahkan saya bisa melihat karang-karang dan ikan-ikan dengan jelas.
11. Spice Tour
Nah, kalau di Desa Lonthoir Pulau Banda Besar, ada kebun pala terbesar dan pohon kenari yang membuat saya takjub! Ada Benteng Hollandia yang menjadi spot terbaik untuk swafoto dengan Gunung Api Banda saat matahari terbenam.
Saya ikut spice tour dengan Pa Sulaeman, sebuah pengalaman yang sangat berkesan bisa mengunjungi beberapa wisata di Pulau Banda Besar, juga mencicipi kopi dan teh pala sambil diceritakan sejarah Pala di Banda.
Kebun Pala terbesar dengan pohon-pohon Kenari bak negeri dongeng.
Best Photo Spot di Desa Lonthoir, Banda Besar. Photo by Arief Pokto
Selain itu, di Pulau Gunung Api, Rhun, dan Banda Besar (Lonthoir), Moluccas Coastal Care bersama Econusa membangun Rumah Belajar dengan konsep alam untuk memberikan edukasi anak-anak pesisir, bekerjasama dengan masyarakat untuk melakukan pembibitan sayur dan mengelola hasil panen di Rumah Pengering Rempah. Saya rasa hal ini bisa jadi salah satu alternatif wisata yang menarik yaitu agrotourism.
Katanya, belum sah ke Banda Neira jika belum menginjakkan kaki di Puncak Lewerani Gunung Api Banda. Gunung Api Banda memang sangat ikonik, dengan sisi hitam bekas lava letusan tahun 1988. Walaupun ketinggiannya tidak mencapai 1000 mdpl, jangan meremehkan gunung ini. Pendakian saya terasa lebih berkeringat dari biasanya dengan jalur yang minim bonus.
Sebelum kembali, jangan lupa membeli buah tangan khas Banda Neira dengan olahan pala yang biasanya dijual di rumah-rumah warga seperti kopi pala, selai pala, sirup pala, dan lain-lain. Jika sudah kembali ke Ambon akan sulit menemukan oleh-oleh khas Banda seperti ini. Lagipula, oleh-oleh tersebut dibuat langsung oleh masyarakat Banda.
Rasanya tak cukup hanya sekali saja ke Banda Neira. Ini kali kedua saya pulang ke Banda Neira. Masih ada beberapa tempat yang belum saya kunjungi seperti; Pulau Hatta, Klenteng Banda Neira. Ada rekomendasi tempat di Banda Neira yang harus saya kunjungi? Tulis di kolom komentar ya!
Penerbangan menuju Bandara Pattimura Ambon, lalu naik pesawat perintis Sam Air menuju Bandara Banda Neira. Penerbangan tidak beroperasi setiap hari jadi cari tahu terlebih dulu jadwalnya, bisa cek Instagram SAM Air untuk informasi terkini mengenai penerbangan dari dan ke Banda Neira.
Informasi tambahan kalau naik pesawat perintis bagasi tercatat hanya 10 kg. Kelebihan bagasi akan dikenakan biaya sebesar Rp20.000/kg. Harga tiket SAM Air sekitar Rp375.000 bisa dibeli langsung di loket. Tidak ada nomor kursi namun pilih kursi sebelah kanan jika penerbangan dari Banda Neira menuju Ambon supaya bisa lihat pemandangan Gunung Api Banda. Waktu keberangkatan pk12.00 WITA.
*Informasi Pemesanan Tiket SAM Air: Umar (0853 5485 8245)
Perjalanan Laut:
Setelah tiba di Ambon, menuju Pelabuhan Ambon untuk naik kapal pelni KM Pangrango atau KM Nggapulu, atau menuju Pelabuhan Tulehu untuk naik kapal cepat Express Bahari.
Waktu itu aku naik KM Nggapulu. Harga tiket sebesar Rp141.000 dan add on cabin Rp150.000, dengan waktu perjalanan kurang lebih 16 jam. Waktu keberangkatan pk14.00 WITA. Silahkan cek di website pelni.co.id untuk informasi terkini mengenai jadwal pelayaran dari dan ke Banda Neira.
Jadi waktu itu, setelah tiba di Bandara Pattimura Ambon, saya naik KM Pangrango dari Pelabuhan Ambon menuju Pelabuhan Banda Naira. Aku naik pesawat perintis SAM Air saat pulang dari Banda Neira menuju Ambon. Kamu bisa menyesuaikan moda transportasi dengan waktu perjalananmu.
Selama di Banda Neira, saya lebih banyak berjalan kaki dan menggunakan ojek yang sebenarnya dari warga setempat juga. Tarifnya Rp5000-10.000 tergantung jarak. Saat island hopping, kami menyewa kapal. Kami juga sempat menggunakan motor tossa dari penginapan ke bandara.
Bersama kang Aip naik motor tossa ke bandara. Lengkap sama bangku VIP ini. Haha
Anugerah Pesona Indonesia 2021 di Stable Sekayu, Musi Banyuasin.
Malam puncak Anugerah Pesona Indonesia 2021 ke-6 dilaksanakan secara langsung di Stable Kuda Sekayu Musi Banyuasin, Palembang Sumatera Selatan. Berbagai pimpinan daerah, walikota, dan bupati dari pelosok tanah air turut hadir dalam acara ini.
Opening Ceremony API Award 2021.
Pembukaan dengan Tari Tradisional. Sumber: apiaward
Acara dimeriahkan dengan tari dan musik tradisional, pertunjukkan musik oleh Budi Doremi, sambutan oleh pihak tuan rumah, dan sambutan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Bapak Sandiaga Salahudin Uno. Pada Malam Puncak Anugerah Pesona Indonesia 2021 juga dilaksanakan penyerahan sertifikat HAKI (Hak Kekayaan Intelektual Komunal dan Hak Kekayaan Indikasi Geografis).
Beberapa perwakilan daerah yang menerima sertifikat HAKI antara lain Kabupaten Sidoarjo untuk Udeng Pacul Gowang, Kabupaten Aceh Singkil untuk Kasab Sulam Emas, dan Kabupaten Fakfak untuk Kue Lontar. Para nominasi dapat mengajukan HAKI atas destinasi atau produk unggulannya untuk mendapatkan kepastian hukum.
Penyerahan Piala kepada Para Pemenang. Sumber: apiaward
Selain itu ada pertunjukkan fashion show dengan balutan kain Muba. Para Duta dan Komite Seleksi API yang hadir juga menggunakan Gambo Muba lho! Gambo Muba ini Batik khas Musi Banyuasin yang dibuat dengan metode jumputan. Menggunakan pewarna alami yang dicelup dengan limbah getah gambir. Makanya rata-rata warna Gambo Muba earth tone gitu. Unik sekali!
Para nominasi daerah telah melakukan kampanye dan promosi secara online maupun offline, termasuk Travel Talk yang diadakan melaui Instagram Live @apiaward. Berikut para pemenang Anugerah Pesona Indonesia 2021;
1. Kategori Makanan Tradisional
Kue Lontar, Kabupaten Fakfak – Provinsi Papua Barat
Kue Tat, Kabupaten Bengkulu Selatan – Provinsi Bengkulu
Roti Mantao, Kota Parepare – Provinsi Sulawesi Selatan
2. Kategori Minuman Tradisional
Liberika Meranti, Kabupaten Kepulauan Meranti – Provinsi Riau
Juara Favorit API Award 2021 jatuh kepada Sigantang Sira, Kabupaten Aceh Selatan dan Juara Umum jatuh kepada Provinsi Aceh. Selamat kepada seluruh pemenang kategori Anugerah Pesona Indonesia 2021. Semoga apresiasi ini menjadi semangat untuk memajukkan pariwisata dan industri kreatif di Indonesia. Sampai jumpa pada Malam Anugerah Pesona Indonesia 2022 di Aceh.
Hello! I’m Irene from Indonesia. Thank you for visiting my blog. Basicly I’m graduated from Bachelor of Graphic Design. But in my quarter century, I started to write my journey through my personal blog. Read more about me here.
0 komentar: