Cuma 1,5 derajat aja kok! Eits, biar kata kelihatan kecil angkanya, tapi 1,5 derajat itu berdampak lho! Inget-inget waktu lagi pandemi covid saat suhu badan kita melebihi batas yang padahal cuma 1-2 derajat aja, badan udah gak enak dan jadi sulit mau beraktivitas. Ya kira-kira kaya gitu juga analoginya akibat selimut polusi di bumi.
Suhu bumi diperkirakan akan naik 1,5 derajat pada 2030. Kok bisa? Polusi udara dari aktivitas manusia semakin banyak menyelimuti bumi. Isu ini bukan lagi menjadi urgensi bagi Indonesia bahkan dunia lho! Bahkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 lalu, isu ini juga masuk dalam pembahasan forum yakni tentang transisi energi berkelanjutan.
Kenapa Harus Transisi di Bidang Energi?
Sadar atau tidak, aktivitas kita sehari-hari sebenarnya menggunakan energi fosil yang berasal dari batu bara, minyak bumi, dan gas alam. Misalnya penggunaan listrik, saat mengisi daya HP, laptop, nonton TV, lampu, juga bahan bakar kendaraan.
Kenapa kita harus melakukan transisi energi tersebut, alasan kuatnya adalah untuk mengurangi penggunaan energi fosil yang lama-lama akan habis, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan beralih ke energi yang lebih rendah polusi.
Emisi dari energi, seperti dari kendaraan dan pembangkit listrik dari bahan bakar fosil merupakan dua sumber emisi gas rumah kaca terbesar bersama dengan penebangan hutan. Saat ini, transisi energi dari sektor transportasi tengah diupayakan dengan penggunaan biodiesel B30 (30% biodiesel, 70 % solar) dan kendaraan listrik. Fyi, Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dari bahan alam terbarukan seperti minyak nabati.
Apa sih Gas Rumah Kaca?
Istilah ini sering kita dengar, namun tahukah kamu apa Gas Rumah Kaca yang menyebabkan Global Warming itu? Secara ilmiah, Gas Rumah Kaca antara lain adalah uap air, karbondioksida, metana, dinitrogen monoksida, dan gas lainnya. Berasa kaya lagi belajar Kimia ya. Gas Rumah Kaca ini yang membuat selimut polusi di bumi.
Gas Rumah Kaca perlahan meningkatkan suhu bumi, itu yang kita kenal dengan istilah pemanasan global/global warming dan menyebabkan perubahan cuaca dalam jangka panjang yang kita kenal dengan istilah perubahan iklim/climate change.
Akibat dari Gas Rumah Kaca ini rasanya juga kita rasakan ya seperti cuaca yang sudah gak menentu musimnya. Kalau kemarau panas banget, kalau hujan sering banjir. Bahkan musim kemarau dan hujan sudah tidak bisa diprediksi lagi berdasarkan bulan saja.
Global warming menyebabkan melelehnya es di kutub yang berimbas kawasan pesisir banjir bahkan terancam tenggelam. Bencana lain yang paling fatal adalah kekeringan dan gagal panen yang membuat harga bahan makan meningkat bahkan gak bisa dapat pasokan makanan.
Tantangan dan Upaya Transisi Energi
Di tempatku tinggal di Jakarta, penggunaan bus listrik juga sudah ada di beberapa titik. Kendaraan listrik tidak menghasilkan asap polusi walau pengisian dayanya berasal dari listrik juga yang berasal dari energi fosil. Walau di hulu transisi energi belum terlalu optimal karena kendaraan listrik tadi masih menggunakan listrik, sehingga transisi energi di bidang pemabangkit listriknya pun perlu dilakukan.
Penggunaan biodiesel saat ini juga belum menggunakan bahan baku biodiesel generasi kedua yaitu dari limbah seperti minyak jelantah. Upaya transisi energi pada kegiatan sehari-hari yang masih menggunakan energi fosil menuju pembangkit listrik tenaga terbarukan.
Pembangkit listrik energi terbarukan yang dimaksud berasal dari angin, surya, air, biogas, tenaga arus dalam laut, dan geotermal (dari panas bumi). Fyi, pembangkit listrik tenaga biogas yang menggunakan limbah cair seperti dari limbah kelapa sawit, sampah organik, kotoran ternak atau kotoran manusia.
Untuk pembangkit listrik tenaga dalam laut memang belum ada di Indonesia. Pertemuan arus laut di spot tertentu dapat menggerakan turbin yang membuatnya menjadi pembangkit listrik. Selain itu, Indonesia merupakan wilayah ring of fire sehingga dapat menghasilkan energi dari panas bumi. Namun beberapa energi terbarukan seperti energi matahari dan angin tergantung lokasi dan musim. Pembangkit Lisrik Tenaga Air juga memerlukan ekosistem sungai yang terjaga kelestariannya.
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terbesar di Indonesia ada di Sulawesi Utara. Tepatnya di PLTS Likupang Kabupaten Minahasa yang memasok kebutuhan listrik di Kawasan Sulawesi Utara - Gorontalo. Selain itu juga ada PLTS Oelpuah di Kabupaten Kupang NTT yag memasok kebutuhan listrik di Pulau Timor bagian barat.
Contoh lainnya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin terbesar di Indonesia yang terletak di Sulawesi Selatan, yaitu PLTB Sidrap Kabupaten Sidenreng Rappang dan PLTB Tolo Kabupaten Jeneponto. PLTB memungkinkan wilayahnya masih bisa ditanami tanaman atau menjadi tempat tinggal bagi hewan yang tinggal di area tersebut. Pada saat memproduksi energi listrik tetap menjaga kelestarian alam dan energi yang dihasilkan tidak menghasilkan polusi.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Berbagai hal bisa kita lakukan untuk menghemat energi dan jejak karbon. Perubahan pola hidup ramah lingkungan bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita bersama-sama selamatkan bumi dari selimut polusi;
- Terlibat dalam pengumpulan limbah rumah tangga untuk bahan baku energi non-fosil (biodiesel dan biogas)
- Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, alternatifnya menggunakan kendaraan umum atau bersepeda.
- Hemat penggunaan listrik. Matikan lampu saat tidak digunakan, pilih lampu LED yang lebih ramah lingkungan.
- Mengkampanyekan penggunaan dan praktik baik inovasi produk energi terbarukan.
- Menerapkan gaya hidup eco lifestyle.
Upaya untuk melakukan transisi energi tengah diupayakan untuk mengurangi selimut polusi. Jika bukan sekarang kapan lagi, jika bukan kita siapa lagi?
#EcoBloggerSquad
0 komentar: